I.
KONSEP
MEDIS
A. Pengertian
Tinnitus adalah suatu gangguan
pendengaran dengan keluhan perasaan mendengar bunyi tanpa rangsangan bunyi dari
luar. Keluhannya bisa berupa bunyi mendenging, menderu, mendesis, atau berbagai
macam bunyi lainnya.Gejalanya bisa timbul terus menrus atau hilang timbul.(Putri
Amalia dalam artikel Gangguan Pendengaran ”Tinnitus”.FK Universitas Islam
Indonesia)
Tinnitus merupakan gangguan
pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi, namun tanpa ada rangsangan
bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu
sendiri, meski demikian tinnitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit,
sehingga harus di ketahui penyebabnya.(dr. Antonius HW SpTHT dalam artikel
Suara Keras Sebabkan Telinga Mendenging).
B. Etiologi
Penyebab terjadinya tinnitus sangat beragam, beberapa
penyebabnya anatara lain :
a) Kotoran yang ada di lubang telinga,
yang apabila sudah di bersihkan rasa berdenging akan hilang
b) Infeksi telinga tengah dan telinga
dalam
c) Gangguan darah
d) Tekanan darah yang tinggi atau
rendah, dimana hal tersebut merangsang saraf pendengaran
e) Penyakit meniere’s Syndrome, dimana
tekanan cairan dalam rumah siput meningkat, menyebabkan pendengaran menurun,
vertigo, dan tinnitus
f) Keracunan obat
g) Penggunaan obat golongan aspirin
,dsb.
C. Patofisiologi
Menurut frekuensi getarannya, tinnitus terbagi menjadi dua
macam, yaitu:
a) Tinnitus Frekuensi rendah (low tone)
seperti bergemuruh
b) Tinnitus frekuensi tinggi (high
tone) seperti berdenging
Tinnitus biasanya di hubungkan
dengan tuli sensorineural dan dapat juga terjadi karena gangguan konduksi, yang
biasanya berupa bunyi dengan nada rendah. Jika di sertai dengan inflamasi,
bunyi dengung akan terasa berdenyut (tinnitus pulsasi) dan biasanya terjadi
pada sumbatan liang telinga, tumor, otitis media, dll.
Pada
tuli sensorineural, biasanya timbul tinnitus subjektif nada tinggi (4000Hz).
Terjadi dalam rongga telinga dalam ketika gelombang suara berenergi tinggi
merambat melalui cairan telinga, merangsang dan membunuh sel-sel rambut
pendengaran maka telinga tidak dapat berespon lagi terhadap frekuensi suara.
Namun jika suara keras tersebut hanya merusak sel-sel rambut tadi maka akan
terjadi tinnitus, yaitu dengungan keras pada telinga yang di alami oleh
penerita.(penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi 2 thn 2000 hal 100).
Susunan telinga kita terdiri atas liang telinga, gendang telinga, tulang-tulang
pendengaran, dan rumah siput. Ketika terjadi bising dengan suara yang melebihi
ambang batas, telinga dapat berdenging, suara berdenging itu akibat rambut getar
yang ada di dalam rumah siput tidak bisa berhenti bergetar. Kemudian getaran
itu di terima saraf pendengaran dan diteruskan ke otak yang merespon dengan
timbulnya denging.
Kepekaan
setiap orang terhadap bising berbeda-beda, tetapi hampir setiap orang akan
mengalami ketulian jika telinganya mengalami bising dalam waktu yag cukup lama.
Setiap bising yang berkekuatan 85dB bisa menyebabkan kerusakan. Oleh karena itu
di Indonesia telah di tetapkan nilai ambang batas yangn di perbolehkan dalam
bidang industri yaitu sebesar 89dB untuk jangka waktu maksimal 8 jam. Tetapi
memang implementasinya belum merata. Makin tinggi paparan bising, makin
berkurang paparan waktu yang aman bagi telinga.
D. Manifestasi klinis
Pendengaran yang terganggu biasanya
di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus
tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus
menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi
sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal
dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga
akibat gangguan saraf pendengaran.
E. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan
penunjang yang sering dilakukan adalah audiogram atau pendeteksi adanya gejala
ketulian. Lebih jauh dapat dilakukan CT Scan atau MRI. Beberapa kasus dapat
dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid
F. Penatalaksanaan
Pengobatan
tinitus merupakan masalah yang kompleks dan merupakan fenomena psikoakustik
murni, sehingga tidak dapat diukur. Perlu diketahui penyebab tinitus agar dapat
diobati sesuai dengan penyebabnya. Misalnya serumen impaksi cukup hanya dengan
ekstraksi serumen. Tetapi masalah yang sering di hadapi pemeriksa adalah
penyebab tinitus yang terkadang sukar diketahui. Ada banyak pengobatan
tinitus objektif tetapi tidak ada pengobatan yang efektif untuk tinnitus subjektif.
Pada umumnya pengobatan gejala tinitus dapat dibagi dalam 4 cara yaitu :
1. Elektrofisiologik
yaitu dengan membuat stimulus elektroakustik dengan intensitas suara yang lebih
keras dari tinitusnya, dapat dengan alat bantu dengar atau tinitus masker.
2. Psikologik,
dengan memberikan konsultasi psikologik untuk meyakinkan pasien bahwa
penyakitnya tidak membahayakan dan dengan mengajarkan relaksasi setiap hari.
3. Terapi medikamentosa,
sampai saat ini belum ada kesepakatan yang jelas diantaranya untuk meningkatkan
aliran darah koklea, tranquilizer, antidepresan, sedatif, neurotonik, vitamin,
dan mineral.
4. Tindakan bedah
dilakukan pada tinitus yang telah terbukti disebabkan oleh akustik neuroma.Pada
keadaan yang berat, dimana tinitus sangat keras terdengar dapat dilakukan.Cochlear nerve section.Menurut literatur,dikatakan bahwa tindakan ini
dapat menghilangkan keluhan pada pasien.
G. Komplikasi
Tinnitus secara signifikan dapat mempengaruhi
kualitas hidup seseorang, dimana dampak dari tinnitus untuk setiap orang
berbeda-beda tetapi berkaitan erat dengan hal-hal dibawah ini :
a) Fatique (Kelelahan Kronis).
b) Stress (stres).
c) Sleep problems (insomnia/susah
tidur).
d) Trouble concentrating (susah
berkonsentrasi).
e) Memory problems (menurunnya daya
ingat).
f) Depression (depresi).
g) Anxiety and irritability (Kekuatiran
yang berlebihan).
ASUHAN
KEPERAWATAN
TINNITUS
I. PENGKAJIAN
a) Aktivitas
a) Aktivitas
-Gangguan
keseimbangan tubuh
-
Mudah lelah
b) Sirkulasi
b) Sirkulasi
-
Hipotensi , hipertensi, pucat (menandakan adanya stres)
c) Nutrisi
c) Nutrisi
-
Mual
d) Sistem pendengaran
d) Sistem pendengaran
-
Adanya suara abnormal(dengung)
e) Pola istirahat
e) Pola istirahat
-
Gangguan tidur/ Kesulitan tidur
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
Tujuan/kriteria hasil:
- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya
- Berikan penyuluhan tentang tinnitus
- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan
- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress
b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran
Tujuan /kriteria hasil:
Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi
Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut
c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi
Tujuan/kriteria hasil:
Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi:
- Kaji kesulitan mendengar
- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien
- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal
- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
a) Cemas b/d kurangnya informasi tentang gangguan pendengaran (tinnitus)
Tujuan/kriteria hasil:
- Tidak terjadi kecemasan, pengetahuan klien terhadap penyakit meningkat
Intervensi:
- Kaji tingkat kecemasan / rasa takut
- Kaji tingkat pengetahuan klien tentang gangguan yang di alaminya
- Berikan penyuluhan tentang tinnitus
- Yakinkan klien bahwa penyakitnya dapat di sembuhkan
- Anjurkan klien untuk rileks, dan menghindari stress
b) Gangguan istirahat dan tidur b/d gangguan pendengaran
Tujuan /kriteria hasil:
Gangguan tidur dapat teratasi atau teradaptasi
Intervensi:
- Kaji tingkat kesulitan tidur
- Kolaborasi dalam pemberian obat penenang/ obat tidur
- Anjurkan klien untuk beradaptasi dengan gangguan tersebut
c) Resiko kerusakan interaksi sosial b/d hambatan komunikasi
Tujuan/kriteria hasil:
Resiko kerusakan interaksi sosial dapat di minimalkan
Intervensi:
- Kaji kesulitan mendengar
- Kaji seberapa parah gangguan pendengaran yang di alami klien
- Jika mungkin bantu klien memahami komunikasi nonverbal
- Anjurkan klien menggunakan alat bantu dengar setiap di perlukan jika tersedia
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2012/2013